Generasi muda di Tiongkok, terutama Gen Z, mulai meninggalkan merek-merek mewah dan beralih ke produk tiruan atau KW. Fenomena ini dipicu oleh perlambatan ekonomi yang menyebabkan popularitas barang tiruan meningkat hingga tiga kali lipat antara tahun 2022 dan 2024. Barang tiruan, yang dikenal sebagai dupes, merupakan replika dari merek-merek terkenal. Menurut laporan dari CNN International, di Tiongkok, barang-barang dupes sangat diminati karena tingkat kepercayaan konsumen berada pada titik terendah dalam sejarah. Laurel Gu, Direktur Mintel, menyatakan bahwa konsumen di Tiongkok kini lebih memilih alternatif yang lebih terjangkau dibandingkan merek-merek mewah. Gu menambahkan bahwa ini merupakan tren yang telah menjadi arus utama baru. Sebagai ilustrasi, produk tiruan dapat memiliki harga yang jauh lebih rendah dibandingkan dengan merek ternama. Di situs resmi, sepasang celana yoga Align dari Lululemon dijual dengan harga 750 yuan, yang setara dengan sekitar Rp1,6 juta (berdasarkan kurs Rp2.159/yuan). Harga Rp1,6 juta untuk sepasang celana olahraga dianggap cukup tinggi oleh banyak orang. Oleh karena itu, konsumen cenderung mencari alternatif serupa di platform e-commerce yang populer. Contohnya, situs Tmall menawarkan berbagai pilihan yang sering kali mencantumkan nama Lulu dalam nama toko mereka. Legging serupa dijual dengan harga hanya Rp75 ribu dan mengklaim memiliki kualitas yang setara. Minat yang meningkat dari masyarakat China terhadap barang-barang tiruan jelas berdampak negatif bagi merek-merek mewah. Menurut laporan, penjualan produk dari merek-merek LVMH mengalami penurunan sebesar 10 persen pada semester pertama tahun 2024 di kawasan Asia, kecuali Jepang, jika dibandingkan dengan tahun 2023. Perlu dicatat bahwa pasar di Asia didominasi oleh China. Tren barang-barang tiruan juga memberikan dampak terhadap konsumsi dan penjualan ritel yang secara keseluruhan mengalami kelesuan dan tidak mampu memenuhi ekspektasi yang sebenarnya sudah rendah pada bulan Agustus 2024. Dilaporkan bahwa serangkaian data ekonomi selama musim panas menunjukkan hasil yang sangat mengecewakan, sehingga para ekonom merasa khawatir bahwa China tidak akan mampu mencapai target pertumbuhan ekonomi sebesar lima persen yang telah diumumkan pada bulan Maret 2024. Konsumen cenderung mengurangi belanja Para ekonom mengungkapkan bahwa banyak individu tidak melakukan pembelian karena adanya kombinasi antara penurunan harga saham, pelarian modal, dan pertumbuhan upah yang lambat. Di kalangan masyarakat, mempertahankan gaji yang ada dianggap sebagai suatu "kemenangan". Sebagai ilustrasi, seorang guru matematika di sekolah dasar di Chongqing, Xinxin, mengakui bahwa ia dulunya adalah pelanggan setia serum Advanced Night Repair dari Estée Lauder. Namun, setelah mengalami pemotongan gaji yang signifikan lebih dari 20 persen tahun ini, ia beralih ke produk alternatif yang lebih terjangkau. Xingxing menemukan serum dengan bahan utama yang serupa dengan harga yang jauh lebih murah, yaitu 100 yuan atau sekitar Rp215 ribu untuk 20 mililiter, dibandingkan dengan serum Estée Lauder yang dijual seharga 720 yuan atau sekitar Rp1,5 juta untuk 30 mililiter. Di sisi lain, seorang pengusaha berusia 33 tahun dari Guangzhou, Nicole Hal, menyatakan bahwa kurangnya kepercayaan terhadap kondisi ekonomi negara telah mendorongnya untuk mengurangi pengeluaran. "Saya telah berhenti membeli barang-barang mewah dan produk perawatan kulit yang mahal, termasuk pakaian mahal. Saya juga sudah berhenti makan di luar dan mulai memasak sendiri setidaknya empat hari dalam seminggu," ungkap Hal, seperti yang dilaporkan pada Selasa (24/9/2024).